Sabtu, 25 Februari 2012

Hari hari kita diisi hasutan!!!!

Begitu dalam lirik itu melekat dalam ingatan. manusia dengan pikirannya, selalu ada pengaruh luar begitu gencar. Entah apa yang membuat makhluk Tuhan satu ini mudah terbawa amarah, gampang teradu domba. berlebihan dalam bersikap, bertindak tanpa berpikir matang. Manusia!!! Sebenarnya saya sendiri pun belum paham apa persyaratan makhluk Tuhan ini agar bisa disebut manusia. Apakah hanya dari bentuk fisik ragawi?? Tentu tidak, sudah menjadi bantahan umum pernyataan seperti itu. Karena manusia diberi akal sedang binatang hanya memiliki insting.

Yaaa, akal. Manusia adalah makhluk Tuhan satu satunya yang diberi keistimewaan mendapatkan akal. Lalu apakah fungsi akal itu digunakan semestinya? atau hanya untuk mengakali? Sungguh demi orang orang yang mengaku berakal, yang seenaknya membodoh-bodohi orang lain saya mengakui saya belum mampu menjamah hal tersebut, maka ajarilah saya.
kembali ke lirik lagu di atas, yang tertera pada judul postingan. Hari hari kita diisi hasutan, saya cuplik dari lirik lagu penyanyi pujaan saya bung Iwan Fals dalam lagu Mimpi Yang Terbeli.

..................
Sampai kapan mimpi mimpi itu kita beli
Sampai nanti sampai habis terjual harga diri
Sampai kapan harga harga itu melambung tinggi
Sampai nanti sampai kita tak bisa bermimpi

Hari-hari kita diisi hasutan
Hingga kita tak tahu diri sendiri
.........................

Dengan pola pikir saya yang masih minim pengalaman, saya terjemahkan lagu tersebut sebagai kritikan terhadap perilaku konsumtif manusia. Manusia diperbudak keinginannya sendiri, ataupun tuntutan dari kelompoknya. Keinginan keinginan yang silih berganti meracuni manusia, menumbuh suburkan sifat dasar serakah dalam diri. Namun ketika keinginan yang terlampau muluk, tak dibarengi dengan kemampuan, maka manusia seperti tersandera atau bahkan teraniaya secara psikis oleh mimpinya sendiri. maka memudarlah ke'diri'an yang ia miliki. semua pengaruh dari luar.

Apakah saya harus memberi contoh??

dalam sebuah pengajian, Cak Nun memberi sebuah contoh (bukan contoh nyata, tapi renungan) Balio Nang Bayimu. Kembalilah ke bayimu. Ya, bayi. Cak Nun menyebut bayi. Terus terang saya pun tak setuju dengan     kepolosan anak kecil, karena itu sangat relatif. Anak kecil itu selalu jujur, ah itu anggapan tahun berapakah? jika anak SD saja pada jaman saya, sekitar sepuluh tahun yang lalu (buseet, jebul wis tuwo) ketidakjujuran sering ditemui. nyontek, jawaban salah diaku betul, membuat nangis teman saling tuduh. Lalu berapa tahun umur anak kecil yang bisa dianggap benar benar polos???

Oleh karena itu Balio nang Bayimu. Saat tak ada paksaan untuk kamu berbohong, dari diri maupun luar diri. menangis karena memang ingin menangis.

Ah, kenapa melenceng dari topik semula? Ben lah, saya pun bingung mau memasukkan ke label curhat, karangan, atau fals mania, ada saran?

                                                                                                 Aditya Feri, Malam Minggu Hambar

0 komentar:

Posting Komentar