Di umur saya yang nyaris menginjak 21 tahun ini, belum bisa dengan pasti menjawab siapa dan apa saya lima tahun mendatang. Seperti wilayah gelap yang sulit dijamah, sejak awal saya dimunculkan di dunia ini sampai sekarang masih dalam pencarian. Dari pencarian spiritual, sampai pencarian kemapanan duniawi. Siapa saya sebenarnya, saya adalah manusia yang diberi nama Aditya Feri Wardani oleh orangtua saya agar mudah disebut, tapi persisnya tak seperti itu, saya adalah makhluk tuhan yang diperkenankan mendiami jasad manusia, namun barangkali sifat sifat saya seperti setan, juga tak sepersis itu juga, saya adalah makhluk yang berakal dan bernurani tapi ditaruh di suatu sistem negara yang mengaburkan segala nilai nilai kemanusiaan, sehingga saya pun tak lulus untuk sekadar disebut manusia??
Ah, untuk apa manusia berebut agar dimanusiakan.
Apakah urgen label manusia disematkan oleh sesama manusia? Ya, selama ini saya belajar mati-matian menafsirkan cinta, belajar mencintai sekaligus belajar untuk tak dicintai. Aneh memang, kalau dipikir secara logika bahasa, atau tepatnya logika bahasa motivator. Karena memberi itu selalu imbasnya menerima, mencintai akan berimbas dicintai, ya itu harapan, tapi bukankah cinta itu tanpa pamrih?? Cinta bukan dagangan yang perlu untung dan perlu tak rugi. Tapi seberapa ngotot kebenaran cinta kita? Sementara hubungan dalam berTuhan pun kita masih selalu mengharap pamrih. Ada hubungan dagang disana, karena cinta kita selalu dipahami saling menguntungkan, atau kita tak rugi. Tapi apakah cinta itu merugikan? Jelas tidak, untuk tidak mengatakan indikator bahwa belum paham arti cinta.
Cinta kasih itu sudah inklud pada setiap manusia yang lahir, menyukai akan keindahan. Berinteraksi pada sesama, menyadari kehidupan alam semesta, dan segala gejalanya. Kalimat terakhir jangan usut lebih jauh, karena ilmu saya sungguh masih terbatas soal itu. Hahaha.
Ketika cinta hari ini hanya menjadi hegemoni hubungan manusia laki laki dengan manusia perempuan. Maka pemahaman cinta dikhawatirkan mentok disitu, apalagi makna ‘bercinta’ cenderung tak enak didengar sekarang, ya, ini memang soal kata bahasa. Tapi bukankah manusia mudah terprovokasi bahasa ketimbang substansi. Hehehe, ini hanya saya anda tidak termasuk di dalamnya. Sering tergiur bahasa manis calon pemimpin hanya lewat jam terbangnya yang terlampau sering mampir ke telinga kita. Begitu terpancing emosi ketika label agama dikritik habis-habisan, karena kita sudah menganggap kata agama itu lebih mulia dibanding substansinya. Paham?? Semoga saja hanya saya saja yang belum paham, dan anda mau memberi saya pemahaman.
Pemahaman tentang apa?
Jelas tentang cinta
Aditya Feri wardani, 29 Mei 2012
Senin, 04 Juni 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar