Rabu, 01 Mei 2013

Kutukan kutu kupret

sinauo sing mempeng ngger, ben sesok uripmu mulyo 

begitulah kiranya nasihat orang-orang tua jaman dulu pada anaknya agar belajar dengan tekun dan giat. karena bagi penulis sendiri pun menempatkan 'belajar' sebagai modal pokok mendapatkan nilai manfaat yang lebih tinggi, kalau menurut bahasa agama belajar atau menuntut ilmu itu wajib, dan derajat yang lebih tinggi berhak untuk orang-orang yang berilmu. 

nabi pun pernah bersabda tuntutlah ilmu sampai ke negri china. 
barangkali teknik hitung china yang dianggap canggih pada jamannya sudah tersiar sampai jazirah arab. cmiiw. 

belajar tak melulu tertuju pada bangku sekolah, kampus, madrasah atau pesantren. justru pelajaran pada nilai-nilai hidup dan prinsip sering kita (atau khususnya saya) temui di luar dari yang mengklaim dunia pendidikan itu. ya memang sudah banyak bantahan jika bangku pelajaran hanya teori sedang kehidupan luas adalah praktiknya. 

bagi penulis sendiri, punya pengalaman 'belajar' di bangku formal yang berkesan. karena penulis sendiri sudah bekerja dan nekat untuk meneruskan 'pengembaraan ilmu' lagi di bangku kuliah, belum soal jarak kampus dengan domisili yang sangat boleh dibilang jauuh. enam jam perjalanan pulang balik bukanlah waktu singkat katakanlah jika dikonversikan dengan 5jam kuliah, dan 3-6lembar catatan. jarak bekasi utara-jakarta barat jika dilihat dari peta barangkali tak sampai 50km, jarak segitu cukup ditempuh hanya sejam kalau dari klaten-sukoharjo, tapi ini jakarta bung, macet dimana-mana, belum lagi penulis masih mengandalkan angkot, trans jakarta dan metromini untuk sampai kampus. angkot sering ngetem, TJ antrean bejibun jadilah tiga jam adalah patokan waktu tak tertulis untuk sekali perjalanan. 

yang kadang bikin kecewa adalah nilai tukar dari waktu dan uang yang dikorbankan untuk 'belajar' itu, kadang hanya catatan yang bisa diunduh di e-book atau fotocopy dari buku pegangan, tapi biarlah inilah proses, jangan menganggap sedikit atau banyak, toh kalau sedikit pun memiliki nilai manfaat. 

proses dari kemauan untuk terus belajar ini yang penulis pertahankan, meski di kampus sedikit ilmu yang didapat, toh pelajaran2 hidup banyak tersebar dari perjalanannya. berinteraksi sosial dengan orang-orang heterogen di kota besar ini, sungguh itulah peran-peran hidup yang penulis tertarik belajar. belajar dari banyak perantau yang senasib, belajar pada sopir yang kejar setoran, bahkan belajar dari ancaman preman. 

belajar/tuntutlah ilmu untuk meraih derajat yang lebih tinggi 
tapi kalaulah nafsu penulis dipersilakan untuk jujur 
maka 
belajar/tuntutlah ilmu untuk meraih uang yang lebih banyak 

uang tampaknya sudah menjadi berhala untuk jaman edan ini, karena halal haram makin samar dan bias, orang2 bertopeng baik diam2 ikut antre agar kebagian jatah nggarong dan korupsi. 
urusan belajar kadang nilai IPK juga tak kalah dijadikan berhala, gimana pun caranya agar dapat terbaik, 
disaat mbolos jum'atan karena hujan deras didispensasi Tuhan untuk dhuhuran saja, maka kuliah haram mbolos agar nilai IPK terjaga kesucian dari dosa nilai E. hahaha 

ngger, yen sinaumu iso menehi manfaat tumrap wong liyo terusno, yen sinaumu mung pengen ijol duit lan menehi mudharat tumrap wong liyo mandeko. 
pilihanmu mung loro ngger 
kampret opo kutu kupret 

haduh biyung,.... 


bekasi, 24 maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar