Ini sekadar tulisan sok tahu,
tulisan piccisan remeh dari makhluk yang belajar keras menjadi manusia. Tentang
manusia, tentu tak terhenti hanya sebagai sosok mamalia sosial. Sebagai makhluk
yang katanya paling sempurna, ada perbedaan mencolok makhluk ini dari makhluk
lain di muka bumi Tuhan
.
Saya sebenarnya ingin protes
pada Tuhan, begitu banyak keganjilan bagaimana nilai nilai kemanusiaan agar
kriteria manusia itu bisa saya miliki. Sementara anugerah Tuhan berupa mulut,
sebatas anugerah bicara tanpa anugerah kemampuan mengendalikannya. Ya, manusia
cenderung memiliki sikap melampiaskan
daripada mengendalikan. Setiap kepala memliki pikiran sendiri, kemauan
sendiri karena zaman memang mendukung untuk itu. Setiap informasi bertubi tubi
hadir tanpa bisa saya cerna. Provokasi provokasi datang saya dukung selama
menguntungkan saya dan kelompok saya tanpa melalu filter saya di pihak yang
benar atau terkurung di pihak yang salah.
Manusia, darimana dan kemana?
Atau hanya terawang awang di dunia fana. Tenggelam bersama kemewahannya. Ah,
tahu apa saya tentang itu? Yang saya pahami saya lahir, bukan karena saya ingin
lahir, bukan karena saya memilih lahir sabagai manusia dari rahim perempuan
yang menjadi Emak saya sekarang (love u mak, anakmu lagi belajar). Jelas ini
yang pertama membuat saya bingung mencari awal kesejatian saya. Saya?? Dengan
pikiran belum luas, ilmu yang terbatas mencoba mencari kesejatian. Hahaha, aneh
hasilnya entar. Lalu siapa saya? Yang lahir tanpa nama, yang matipun tanpa
membawa nama. Lalu siapa Aditya Feri Wardani? Ya, itu titpan orangtua saya agar
mudah mengenali tanda tanda saya, agar manusia lain bisa menyebut sosok ‘belum’
manusia satu ini. Tapi siapa sejatinya saya? Yang mungkin sifat2nya terkadang
kalah dibanding hewan, lebih rakus dari tikus, kalah setia dibanding anjing,
lebih getol nyolong dibanding kucing. Itulah yang merasa saya bertanya sudah
pantaskah naik derajat menjadi manusia, atau sebenarnya saya ini roh hewan yang
kesasar di jasad makhluk yang disebut manusia. Ah, jelas saja Tuhan tak salah
dalam hal ini. Manusia tercipta sebagai khalifah di muka bumi ini. Saya lebih
senang menyebut itu kiasan. Manusia, itu sifat bukan wujud.
Mengenai tafsiran tentang
manusia, tentu saja banyak latar belakang yang berbeda. Dari budaya, generasi,
cekokan ilmu, dan tentu saja lingkungan. Saya kutip firman Tuhan dari Qur’an surat Albaqarah ayat 30.
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Shodaqallah ul’adzim. Maha
Benar Allah dengan segala firmannya. Saya gemetar membaca ayat tersebut,
sungguh meski mungkin tafsir saya pun salah, tapi apa maksud Tuhan akan ayat
tersebut. Wallahu’alam. Tuhan terlalu menyimpan banyak rahasia, dan hanya
mencipratkan sedikit ilmu pada makhluk-Nya.
Manusia, manusia, sungkan
saya menyindir diri saya sendiri. Tak mampu bedakan mana emas mana pasir, mana
nasi mana tinja, mana haq mana bathil. Tapi semoga saja tak sampai seperti ini
Tak ada ayat ayat suci, tak
ada nabi bahkan tak ada Tuhan pun tak apa yang penting saya kaya.
Naudzubillah
‘belum manusia’ 28 mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar