Tak seperti hari hari lainnya, hari ini saya berada di lingkungan kampus, tepatnya fakultas peternakan dan pertanian UGM. Pagi pagi benar saya berangkat dari rumah, sekitar pukul enam. Ada acara yang membuat saya mengurungkan niat untuk lembur kerja, meski jadwal lembur masuk siang tapi ketidakpastian jam selesai acara membuatku memilih tetap memprioritaskan acara ini.
Saya sebenarnya juga sadar, ini acara BUKAN seharusnya saya ikuti. Try Out Snmptn bertajuk Toenas (try Out Etos Nasional). ya, untuk spesifikasi tahun kelulusan jelas saya sudah tak masuk kriteria untuk mengikuti Snmptn, karena sudah terlambat satu tahun. Menyesal, ya tentu saja mengapa baru tahu dan ngotot pengen kuliah tahun ini. Namun jelas penyesalan gak bakal membuat ijasah saya maju satu atau dua tahun. Saya ini orangnya pemimpi, banyak mimpi tapi jarang melangkah. pasca lulusan Smk mimpi saya hanya sederhana bekerja dan dapat duit, itu juga harapan sederhana dari orang tua, melihat segi finansial yang pasti memberatkan untuk melanjutkan pendidikan anaknya.
Awal Oktober 2009, resmi saya menanggalkan predikat penganggur. ada sebuah perusahaan traktor level nasional bersedia mengontrak saya, meski sebagai karyawan, saya bersyukur atau kalau boleh jujur ada rasa sombong entah pada siapa, karena bisa diterima di perusahaan traktor yang produknya sering muncul di TV, modelnya pun tak kalah hebat, kritikus aneh Butet Kertarejasa (atau Kertajaya ya?). Rasa bangga yang konyol bagi saya yang getol memuja nama. Tapi apapun itu tetaplah bangga itu bahagia.
Tapi sistem kerja kontrak yang hanya berdurasi maksimal tiga tahun, akhirnya membuatku berpikir ulang menjadi karyawan outshourcing. Sebelum kontrak dua tahun berakhir saya mencoba melamar sebuah perusahaan mutinasional yang berada di cikarang. Rekruitmen yang diadakan di SMKN 2 Klaten, memudahkan transportku. Test selama tiga hari saya jalani, tinggal menunggu result test Medical. dan masa menunggu itu membuat saya memutuskan mengakhiri masa kerja di perusahaan traktor tersebut, demi konsentrasi apabila berhasil menuju Cikarang. Namun apa yang terjadi dengan hasil? Saya gagal, dan akhirnya dihadapkan dengan buah simalakama, saya kembali ke perusahaan traktor dengan predikat outshourcing, pahit. tapi belum waktunya ngomong kalau ini takdir.
Dari pengalaman itulah saya dihakimi mimpi mimpi saya sendiri, apakah harus saya nikmati sisa umur ini mengabdi pada perusahaan dengan ikatan hukum kerja yang tak pasti. Jelas, ini bukan langkah bijak bagi seorang tipikal pemberontak. Dari situ saya mulai gencar mencari peluang kerja, persis saat waktu lulusan dua setengah tahun lalu hanya bedanya kali ini lebih selektif. Tak heran banyak kawan kerja saya bertanya kenapa saat jadi outshourcing saya kerap mangkir, teguran dari supervisor malah seakan jadi suplemen saya, membantah dan menuntut adanya hak cuti, jujur saya sudah hafal jawaban beliau. Bukan tak bersyukur masih bisa bekerja, tapi saya juga tak mengucapkan syukur atas kebijakan yang sudah diundang-undangkan oleh wakil wakl saya di Senayan sana. Ada dimensi rasa syukur yang berbeda, bukan sekadar tutur, kalau sekedar tutur mah udah kayak kentut. (seringkali maksudnya)
Cukup jatuh bangun dalam mengejar pilihan, mencoba test pertambangan, melamar online KAI, sampai akhinya pilihan liar menghampiri dalam lamunan saya. Kuliah,,, sebuah pilihan yang tak jarang mendapat tawa dari kawan saya, persis kalau lihat OVJ. Ya, kuliah apa urgensinya untuk kamu saat ini? suara dari sebelah, kerap membuatku mati kutu, sisi oportunis sering tampil membawa keakuan. merubah nasib, itu alasan prinsipil, menambah ilmu. itu alasan relatif, cari banyak relasi, itu alasan logis kalau cari pacar? itu oportunis kuadrat hahahaha
Dulu sempat punya mimpi demikian, mencoba menabung untuk mewujudkan namun selalu bocor demi keinginan lainnya, makanya saya sendiri bilang saya itu pemimpi tapi jarang melangkah. Opsi mencari beasiswa menjadi pilihan liar terindah bagi saya. Sahabat saya merekomendasikan beasiswa Universitas Paramadina, namun kualifikasi yang lumayan berat untuk ukuran saya, khususnya nilai raport yang harus di atas delapan, dan fasih berbahasa Inggris, seakan mengunci dan menutup rapat peluang bagi saya. Akhirnya saya mencoba mengajukan beasiswa lewat beastudi etos yang didukung dompet Duafa. Keinginan hati memang sudah mantab benar, tapi logika selalu mengajakku realistis. kemampuan berhitung sudah mulai luntur.
Dari pengajuan beasiswa di asrama Etos tersebut, saya ditawari untuk ikut TOENAS, saya tertarik meski saya tahu sia sia, karena alasan tahun kelulusan yang jelas sudah tak masuk syarat peserta snmptn. (Plisss pak M.Nuh mundurin satu tahun lagi dong). dalam pengajuan beasiswa Pilihan saya jatuh ke jalur reguler Ilmu Komunikasi Unpad, itupun kalau masih ada peluang wa Insya Allah. Saya mulai menemukan habitat saya, berkutat dengan tulisan tulisan, maen teater, atau jadi wartawan, ah belum satu langkah terlampaui mimpi mimpi liar lain hadir lagi..... Biarlah bukankah orang hidup harus punya mimpi, itu kata motivator, kalau Pak Kyai pernah bilang jane urip ki kon ngopo tha? ben munggah derajat, lha munggah derajat ki ujug ujuge(puncak) e ngopo? nyawiji tho
Tergantung mana yang kita cari, seperti judul saya, kuliah itu untuk mengejar ijasah(gelar), ngangsu kawruh (ilmiah) atau cari relasi yang membuat kehidupan kita terjamin dari ketergantungan sosial? kalaupun tiga tiganya, apakah ada yang mempermasalahkan?
nice dream :)
AFW, 2012
0 komentar:
Posting Komentar