Kamis, 08 Maret 2012

Bimbang

Mata Talitha tampak sayu, kata kata yang keluar dari mulut Dani begitu dalam menyentuh dasar hatinya. Air matanya menggantung, masih mencoba ia tahan. Meski Dani pun tahu ini memang berat untuk diucap, sama beratnya untuk didengarkan, apalagi terhadap Talitha. Perempuan yang tak banyak bicara itu, memunggungi mata Dani. Jalanan terlihat sepi hanya sesekali petani mengayuh sepeda onthel pulang dari sawah, Talitha membuang tatapannya ke langit, mendung. Persis apa yang ingin ia keluarkan dari mata beningnya.

"jadi intinya hanya itu, mas mengajak aku kesini. Untuk bilang kalau mas akan meninggalkanku di kota ini sendirian, ya.. aku pahaaam mas, hidup gak cuma satu hari, dua hari selesai, ada jatah untuk kamu gunakan, dan aku gunakan. Itu egoisnya manusia", Talitha marah, entah marah atau mulai tak tahan pada sisi emosionalnya.

Dani menepuk bahu Talitha, berharap ia bisa menguasai emosinya. Talitha membalik badan, ia justru menangis. Ah,, dunia.. kini serasa sempit baginya.

"aku berhak memilih, dik.. aku berhak karena aku juga punya kewajiban. aku berhak memilihmu, dan adik juga berhak menolak mas, kita sama sama berhak memilih dan menolak, tapi ada konsekuensi kewajiban dari pilihan kita" Dani sedikit menenangkan

"Harusnya bukan pilihan itu yang kuharap dari mas,"
"lalu apa?, hanya peluang itu yang aku rasa bisa mengubah kondisi hidup kita kelak"
"Mas saja yang berpikiran sempit, mas bilang hidup itu pilihan, kalau dibilang pilihan ya pasti lebih dari satu opsi, lalu kenapa mas memilih opsi untuk bekerja di Timika?"
"karena itu peluang terbaik" timpal Dani
"terbaik hanya dari segi finansial, tanpa mempertimbangkan yang lain, padahal mas pernah bilang kebahagiaan tak bisa dinilai dengan uang kan!!!"

Kini Dani terdiam, membalas ucapan Talitha hanya semakin memperlihatkan egonya. tangannya meraih cangkir berisi teh hangat, sementara makanan yang ia pesan belum datang. Talitha merunduk, mungkin membayangkan bagaimana ketika Dani benar benar terbang ke Timika, sementara ia disini sepi.

Kedua insan yang pernah berkomitmen tak akan pernah saling meninggalkan itu semakin larut dalam kebisuan. Belum ada kata kembali terucap semenjak Talitha sibuk mengusap pipinya dengan tissue, sementara di luar gerimis mulai turun. menutup hari atau justru menutup hati.


Aditya Feri wardani

0 komentar:

Posting Komentar