Jumat, 25 September 2015

Mereka yang tak mau merdeka


Mobil mewah itu menanduk pantatnya dan menerbangkannya sejauh lima meter sebelum menabrak pohon. Ia tak tahu juga, tubuhnya dikerumuni orang, dan dipastikan mati oleh dokter.



Namun aneh bin ajaib, ketika ditaruh dikamar mayat ia mulai bernafas, malah mengigau. Menemukannya hidup kembali, para petugas kamar mayat berhamburan seakan dikejar setan.

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, dia dibolehkan pulang. Ia kembali sehat, sehat bugar. Anggota keluarga dan teman-temannya berdatangan khusus untuk mendengar pengalamannya.

"Pokoknya aku gagal menyakinkan penjaga pintu surga atau ah.. apalah itu namanya, suatu dunia yang indah permai, tentram, kerta raharja"
"Gagal menyakinkan gimana?"
"Menyakinkan bahwa aku pantas diterima di tempat yang indah itu"
"Memang masih diperlukan pembicaraan di dunia sana?" tanya seorang teman. "tidak cukupkah dengan gerak pikiran saja?"
"Masih, tapi kalau persisnya sukar dilukiskan. Pokonya bukan pembicaraan, tapi juga bukan debat."
"Ah, terus terang saja ayah," tukas seorang anaknya. "Pastilah debat, kalau bukan mana mungkin ayah ingat"
"Bukan, bukan debat. Penjaga itu menanya dengan ramah. Tapi betapa luar biasa pertanyaannya."
"Lantas bagaimana yah?"
"Mula-mula ia tanya data pribadiku, seperti nama, umur, tempat tinggal, dan pekerjaan"
"Ayah jawab apa?"
"Nama, umur, dan tempat tinggal cari sendiri, kataku. Bukankah disini ada data setiap orang? Kalau tentang pekerjaan, yah, terpaksa aku jelaskan. Soalnya pekerjaanku agak unik, baru ada pada jaman modern,"

"Apa itu saudara?" tanya penjaga itu
"Saya pejuang, persisnya penganjur."
"Pejuang apa, penganjur apa?"
"pejuang kemedekaan, penganjur kebebasan,"
"kedengarannya seperti puisi."
"seperti puisi? ah, anda terlalu memuji. Saya jadi malu."
" Bukan memuji. tapi minta penjelasan."
"oo, begitu."
"Ya, begitu. Apa persisnya yang saudara lakukan?"tanya penjagadengan lembut, sangat lembut.
"Masa tanya lagi. Tidakkah saudara tahu dunia penuh dengan kesewenang-wenangan, kelaliman, kerakusan? Apakah saudara tidak tahu, sebagian besar rakyat terpaksa diam, patuh terhadap kehendak sedikit orang?"
"Ya, tapi apa yang saudara lakukan?"
"Yang saya lakukan?, Tentu melawan keadaan itu sekuat tenaga!!!"
"Puisi lagi, apa yang saudara lakukan?"
"Melawan, tidakkah saudara paham arti melawan?"
"Ya, tapi apa yang saudara lakukan?" tanyanya tetap ramah
"Itulah yang saya lakukan, belum jelas jugakah?" aku mulai tak sabar
"Ya, itu apa?"
"Wah, ampun dah. Saya mendidik masyarakat supaya tahu haknya, supaya tahu apa yang terjadi di lingkungannya, supaya penguasa maklum mengekang rakyat berarti bahaya bagi penguasa sendiri. Pokoknya saya mendidik setiap orang menikmati kemerdekaan dari penjajah"
"Lagi-lagi puisi. Puisinya indah didengar, tapi belum disebut apa yang saudara lakukan?"
"Mati aku. Kalau begini bodohnya kalian, bisa-bisa aku tak ingin masuk ke dunia yang kau ini. Apakah disini tempat berkumpul o4ang-orang yang hmm, tak tega aku katakan."
"Masuk tempat ini bukan soal keinginan,"

"Bukan soal keinginan? Lantas kalau aku tak ingin, tapi memilih neraka? Boleh jadi disana lebih baik. Mungkin disana aku bisa bertemu sedikit kecerdasan, kendati kecerdasan penipu,"
"Bukan soal keinginan! keluar atau masuk sini adalah soal apa yang saudara lakukan."
"Balik lagi kesitu, aku capek jawab."
"Baik, apa saudara bekerja sendiri?"
"Tentu saja tidak. aku punya bnyak pembantu."
"Apa yang mereka bantu?"
"Hmm, kesitu lagi. Baik. Mereka bantu lakukan apa yang telah diputuskan untuk dilakukan menutut petunjukku."
"Yang ini lebih jelek dari puisi. Terima kasih atas penjelasannya."
"Bagaimana? saya sudah boleh masuk?"
"Tidak, sama sekali tidak!! saudara belum pantas masuk surga atau neraka."
"Lah, lantas harus kemana aku?"

0 komentar:

Posting Komentar