Sabtu, 19 Oktober 2013

script "aning"

ANING
By Line : Aditya Feri Wardani
44112120065

Apakah jalan yang kulalui, Ibu
Menambah lukamu
Atau  menyudahi kebahagiaanmu??

Aning tak habis pikir, bahwa apa yang dianggapnya sukses itu tak bisa membuat orang tuanya bangga. Gadis dusun yang semula merantau hanya ingin kerja di Jakarta itu kini menjelma menjadi wanita karier dan model laris di Ibukota.  Bagi Aning sebuah kebahagiaan itu diukur dari materi,  padahal ia juga tak terlalu yakin rumah mewah, fasilitas lengkap, uang  dapat membuat orangtuanya bahagia. Barangkali kultur budaya kapitalis yang banyak ditemui di kota  mulai mempengaruhi kepribadian Aning, semua pekerjaan dilakukan hanya untuk melampiaskan, Padahal bapak Aning yang seorang yang taat agama selalu mengajarkan berpuasa, menahan diri. Apadaya tekat Aning sudah bulat, impian besar harus terwujud, kemajuan harus diraih, dan kemajuan  itu baginya adalah di kota, hanya kota. Apapun akan ditempuh Aning demi mengejar  impiannya tersebut.

Usaha dan kerja kerasnya semakin mudah sejak ia bertemu dengan Ricky, lelaki kota yang sudah lama terjun di dunia hiburan. Rickylah yang memotivasi Aning hingga mencapai tahap seperti ini. Ricky pula yang membuat Aning lupa pada sosok Syamsul, anak modin dusun yang pernah dikaguminya sebelum merantau.
Belakangan  Syamsul menemui orang tua Aning, memohon restu, dan menanyakan kesetujuan Aning untuk dilamar anak pak modin tersebut. Orang tua Aning menyambut senang, tanda setuju, Bapak segera member tahu Aning perihal ini, sayang  jawaban Aning mengambang dan meninggalkan rasa kecewa di hati Syamsul.
Aning beralasan ia masih ingin fokus dalam mengejar kariernya, sibuk. Alasan serupa saat ia mendapat telepon dari sang Ibu. Aning merasa bosan karena harus mengulang kata-kata yang sama, Aning dalam keadaan baik, semoga demikian bapak dan ibu di dusun, Aning disini berdoa…, padahal ia merasa jengah sesungguhnya kini tak sekalipun Aning benar-benar mendoakan orangtuanya.
Konflik memanas kala Aning mendapat tawaran film yang mengharuskan  ia memamerkan aurat.  Bapaknya marah besar mengetahui ini. Aning bersikeras bahwa ini hanyalah tuntutan peran yang harus dijalani, ia juga menjelaskan jika tokoh yang diperankan Aning dengan tampilan seksi tak menggambarkan dirinya secarautuh. Semua itu hanya peran, hanya fiktif. Bapak tetap enggan mau mengerti.
Dan kini, ketika mimpi Aning mulai menapak kenyataan, Bapak dan Ibunya justru meminta Aning pulang dan menolak tawanan sebagai tokoh utama film.  Pilihan yang berat tentu bagi Aning, perjuangan selangkah demi selangkah merantau ke Jakarta, bekerja sebagai sekretaris perusahaan trading export, hingga melanjutkan  sekolah di bangku kuliah sampai akhirnya menjadi model iklan, dan selanjutnya datang tawaran untuk bermain film, dan kini justru bapak menginginkannya kembali ke dusun dan itu berarti impian yang di depan mata itu menguap begitu saja, sirna. Memaksa untuk bermain film dengan adegan vulgar juga berarti mengingkari amanah bapak, sedang berpuluh argument juga bakal mentah jika Bapak sudah bicara.
Apalagi kabar terakhir dari suara tetangga Aning di telepon, bapak terbaring sakit.
Lalu apa yang Aning pilih?














ANING
By Line: Aditya Feri Wardani
FADE IN
1.EXT/JALANAN DUSUN/SIANG
Suasana dusun yang masih asri, jalanan belum beraspal, masih tanah berdebu. Jarak rumah satu ke rumah lain masih jarang. Terdengar sayup anak-anak kecil berteriak mengejar mobil mewah yang melewati jalan tersebut, seakan melihat sesuatu yang menarik untuk disentuh.
Mobil mewah  itu berhenti di salah satu rumah yang terbilang mewah di dusun tersebut. Aning membuka pintu mobil, melempar senyum pada orangtuanya yang sudah berdiri di beranda rumah.
CUT TO:
2.INT/RUANG TAMU/SORE
Ruang tamu yang cukup luas, beberapa perabot keramik dalam lemari kaca menghiasi di salah satu sisinya. Aning dan keduaorangtuanya duduk bersama di sofa. Sambil menonton televise yang menayangkan program infotainment.
BAPAK:
Kalau kecapean ndak usah dipaksa, nduk. Dari Jakarta pulang kampong naik mobil sendirian. Mending mobilnya ditinggal disana, kamu pulang naik kereta kan lebih cepet, lebih aman juga.
(Ibu tampak mengangguk menggiyakan)
ANING:
Nggak kok, pak. Kemarin sekalian nganterin temen ke Semarang. Justru tadinya mau naik pesawat, pak. Gara-gara temen ngajak bawa mobil aja ya sudah nggak jadi
BAPAK:
Berarti kemarin mampir Semarang dulu, nduk? Ya, kamu itu kan anak perempuan, Bapak tetep khawatir. Biasanya pulang juga naik kereta, sekarang udah punya mobil, eh langsung dicoba nyopir sendiri dari Jakarta.
ANING:
Hehehe, maaf  pak. (senyum manja pada bapak)
Kalau capek kan bisa minta pijit sama Ibu, ya nggak bu??  (mendekati ibunya seraya minta pijit)
IBU:
Kamu itu nduk, nduk.. ndak berubah
(Aning tertawa)
Ndak ada kamu dirumah sepi, nduk. Apalagi kalau bapak udah ke kebun. Rumah nyenyet, yang bunyi Cuma suara tipi
ANING:
Aning merantau kan juga demi bapak ibu, Rumah yang dulunya sering bocor,sekarang sudah bagus. Malahan Aning pingin bapak nggak usah ngurus kebun lagi, biar kebun diurus pakdhe atau cari tetangga yang mau jadi buruh tani. Bapak dirumah saja nemenin ibu
BAPAK:
Nduk, nduk. Bapak percaya kalau kamu sudah sukses di kota, bisa renovasi rumah, kredit rumah, beli mobil bagus. Eh, lhakok sekarang malah minta bapak nganggur di rumah. Bagi bapak pergi ke kebun itu hiburan bisa ketemu temen-temen, ya biar Cuma nyangkul juga bisa dianggap olahraga daripada diem di rumah
ANING:
Ntar kalau bapak kecapean, ibu juga yang repot
BAPAK:
Lah justru itu romantismenya ibu,Bukankah Tuhan ngasih tangan buat bekerja yang baik, wujud syukur tangan itu ya buat bapak nyangkul, buat ibu nyapu, nyuci, juga mijitin bapak
ANING:
Ah, Bapak hehehe (tertawa kecil)
Yang bawah bahu kerasan dikit, bu (komando Aning pada Ibunya)
CUT TO:
3. EXT/JALANAN DUSUN/PAGI
Suasana dusun di pagi hari. Beberapa petani Nampak mengayuh onthel berangkat kesawah. Para ibu dusun nampak mengerumuni tukang sayur. Seperti biasa asyik celoteh kesana kemari. Satu dua ada yang menyinggung kepulangan Aning membawa mobil mewahnya, yang lain menimpali bakal menyuruh anaknya merantau ke kota biar bisa sukses seperti Aning.
CUT TO:
4. EXT/TERAS RUMAH/PAGI
Di teras rumah, Aning duduk menghadap laptop yang ia letakkan di meja kecil dari bambu,
ditemani secangkir the hangat buatan ibu, Aning nampak begitu serius
BAPAK:
Nduk, bapak ke kebun dulu. Itu ibu di dapur masak pisang goring udah matang, cicipin sana
ANING:
Iya, pak ati-ati. Wah, asyik nih pagi-pagi dah dibikinin the dimasakin pisang goring lagi
(melengos masuk ke rumah sambil berlari kecil tak sabar)
CUT TO:
5.INT/RUANG TAMU/SORE
Sore hari, di ruang tamu. Aning terlihat mengemas kopernya, mengecek semua agar dipastikan tak ada yang tertinggal. Ibu membantu merapikan baju.
IBU:
Baru dua hari di rumah, sudah hendak pergi lagi nduk
ANING:
Iya, bu. Banyak tugas di kerjaan menunggu
IBU:
Padahal kangen ibu juga belum terobati, mbokya cutinya diperpanjang barang sehari dua hari lagi tha nduk (nada suara makin lirih)
ANING:
Nggak bisa, bu. Ini juga cuti dua hari harus diomelin dulu sama atasan. Kalau bukan urusan KTP sama ngurus STNK mobil juga mungkin Aning nggak bisa cuti, bu

(Aning dan Ibu masih asyik bercengkerama, saat bapak membuka pintu kembali dari kebun, buru-buru menaruh cangkul di belakang rumah dekat dapur)
BAPAK:
Wehladalah, Cah ayu sudah mau balik ke kota lagi ini?
ANING:
Iya, pak. Tugas kerjaan masih numpuk.
BAPAK:
Tadi bapak ketemu Syamsul di jalan, bapak cerita kalau kamu lagi di rumah, Syamsul pingin mampir besok, bapak suruh sekarang saja, tapi katanya ada urusan dibalai desa
ANING:
Mas Syamsul, hehe. Lain waktu aja, pak. Ini Aning benar-benar dikejar waktu biar besok pagi sudah nyampe Jakarta
IBU:
Yowis, ati-ati, nduk. Ndak usah buru-buru yang penting selamat, kalau ngantuk jangan dipaksa mampir tidur saja di penginapan.

(Aning dibantu bapak mulai memasukkan koper ke dalam bagasi mobilnya)
BAPAK:
Ibadahnya jangan sampai ketinggalan, jangan lupa kasih kabar
(Nampak raut wajah kecewa tertahan)
IBU:
Iya, nduk. Kalau udah sampe rumah kasih kabar
ANING:
Hehe, siap pak bu
(Nampak beberapa tetangga yang melihat menghampiri menyapa)
TETANGGA:
Udah mau balik ke Jakarta lagi, Ning. Kok cepet?
ANING:
Eh, mbak Yani. Iya ini mbak Cuma dapat cuti dua hari
[more]
TETANGGA[cont’d]:
Nggak kasihan bapak ibumu kamu tinggal terus (tanyanya menggoda)
CUT TO:
6. INT/CAFÉ/SORE
Sudah sekitar setengah jam Aning duduk di kursi yang tepat menghadap air mancur mini yang menyembul dari patung berwujud cupid. Hujan dari tadi siang yang mengguyur Jakarta Nampak mulai mereda, menyisakan gerimis kecil yang alunan suaranya mirip denting lirih piano saat gerimis menyentuh atap pintu café.
Ricky, Seorang lelaki bergaya metroseksual masuk ke dalam, pandangannya menyapu ruangan seperti mencari seseorang, dan bergegas ketika matanya menatap sosok wanita yang tengah menyeruput secangkir cappuccino.
RICKY:
Sudah lama, beb? Maaf yah biasa tadi kena macet di Grogol, apalagi hujan , masih untung nggak banjir.
ANING:
Lumayan, bisa pegang cangkir ini, mas. Dari yang tadinya hangat sudah dingin kayak gini. Bisa dibayanginlah berapa lama gue disini
RICKY:
Yaudah, entar pesen lagi. Satu gallon jug ague beliin demi lu beb
ANING:
Hahaha, entar kamu yang ngabisin tapi.
Mas, hari ini gue seneng banget, tadi pagi ditelpon Pak Charles dari PH Bintang kejora, kata dia gue mau dijadiin pemeran utama di film terbarunya
RICKY:
Serius, beb? Cie cie, kemajuan pesat nih. Udah masuk radar Pak Charles aja, hebat dong
(tangannya memegang lembut kepala Aning meyakinkan jika kabar itu tak bohong)
[more]

ANING[con’t]:
Iya, berkat kemarin pas jadi model di shownya Mas Tommy, Pak Charles ada disana juga liat gue, katanya langsung klik buat meranin tokoh utama film terbarunya
RICKY;
Ooow, yang di Kalibata seminggu lalu?
(sambil memanggil waiter memesan coffe latte)
ANING:
Iya, mas. Tapi ada yang ngganjal sih bang
RICKY:
Ada kendala apa, beb? Impian lu udah di depan mata, pemain film beb, tokoh utama lagi gilaaak!!
ANING:
Kata Pak Charles di film itu gue berperan sebagai pelacur, yang otomatis banyak adegan vulgar yang gue jalanin. Nah, gue takut kalau bapak nggak setuju aku main film kayak ginian.
(mukanya mendadak kecut)
RICKY:
Bisa diatur itu beb, ngomong saja sama bokap, eh bapak lu kalau itu cuman tuntutan peran nggak lebih. Bayarannya gede, ntar kamu janjiin beliin tanah di kampong pasti bapak lu suka.
(Adzan Maghrib sayup-sayup terdengar dari dalam café, pengunjung makin ramai, Aning dan Ricky masih asyik menumpahkan semua isi hati masing-masing)
CUT TO:
7.INT/APARTEMEN/JAM 10MALAM
Aning nampak bersantai, menikmati langit malam Jakarta dari balkon apartemennya. Pikirannya mungkin melayang membayangkan dirinya menjadi artis terkenal di Indonesia, tiap hari wajahnya menghiasi televisi, dalam film maupun sekadar bintang iklan sabun mandi. Tiba-tiba handphonenya berbunyi, ada telepon, segera Aning menuju meja setengah bundar diama ia meletakkan handphonenya. Mungkin dari Pak Charles menindaklanjuti kerjasamanya, piker Aning. Segera ia angkat, ah ternyata dari bapak.
[more]
ANING[con’t]:
Assalamu’alaikum, pak. Maaf pak tadi pagi lupa ngasih kabar, hehe.
BAPAK:
Wa’alaikumsalam, Ibumu yang khawatir dari tadi, nyampe jam berapa tadi pagi, nduk?
ANING:
Shubuh, pak. Nyampe apartemen istirahat dulu, baru siangnya masuk kerja. Telat sih, tapi untung atasan maklum hehe.
BAPAK:
Alhamdulillah, kalau selamet. Oh, iya tadi siang Syamsul jadi kesini bareng bapaknya malah. Niat mereka mau melamar kamu, nduk. Dulu kamu kan sering cerita sama ibu kalau seneng sama Syamsul. Kalau Bapak ibu sih setuju saja, tinggal kamunya, nduk. Siap belum buat nikah?
ANING:
(terperanjat kaget, namun coba ia tahan)
Mas Syamsul ngelamar Aning, pak? Waduh Aning masih pengen fokus sama kerjaan pak, ngurus kerjaan saja masih ribet, belum kepikiran sampai situ, pak
BAPAK:
Kamu itu jadi perempuan ndak usah terlalu ngoyo, kasihan juga suamimu besok malah ndak keurus. Yaudah kalau gitu maumu, ini Ibu mau ngomong. Bapak mau pergi ronda dulu
IBU:
Halo, nduk vitaminnya jangan lupa diminum,
ANING:
Iya, bu, sudah tadi, jangan keseringan juga kali bu, nggak baik juga dopping tiap hari haha
(mencoba mencairkan suasana)
IBU:
Hehehe, iya iya. Nduk, kamu tadi nolak dilamar Syamsul kenapa? Dulu katanya suka sama mas Syamsul, baik suka menolong. Lah kok sekarang dilamar jadi nolak
[more]
ANING[con’t]:
Sibuk, Buuu. Pingin ngejar karier dulu. Eh,  Bu tadi siang Aning ditelpon sama seorang produser, Aning diajak main film jadi tokoh utamanya,Bu
IBU:
Wah, Alhamdulillah, kesampean juga yang kamu pingini, Nduk
ANING:
Hehe,, amin Bu. Tapi peran Aning di film itu jadi pelacur bu. Untuk pertama kali sih nggak papa ya bu, itu kan tuntutan peran anggap saja promosi buat film-film selanjutnya
IBU:
Loh kok? (nampak kaget)
Ndak ah, ndak ndak ibu ndak setuju. Ditolak aja nduk, bapak pasti juga bakalan ndak setuju, mendingan kamu sabar sakwetara, nduk. Lain waktu insya Allah dating lagi tawaran main film
ANING:
Buuu, tapi ini impian Aning dari kecil, bisa jadi bintang film, sudah lama loh bu Aning nunggu kesempatan kayak gini
IBU
Pokoknya jangan sampai mau, nduk
-TUT TUT TUT-
(Aning memutus telepon, dilemparnya handphone lalu ia rubuhkan raganya di kasur busa, impiannya seakan ikut rubuh)
CUT TO:
8.EXT/TAMAN KOTA/MALAM
Sudah sekitar lima hari ini Aning tak mengabari apapun ke orang tuanya, justru ketika ada telepon dari orang tuanya Aning enggan mengangkat, Rasa kecewanya terlalu dalam, Apalagi Pak Charles dua hari yang lalu juga menelpon memberitahu jika minggu-minggu ini akan menemui Aning untuk membahas klausul kontrak kerjanya. Aning kini gelisah, benar-benar gelisah. Malam ini ia tampak tak bergairah berjalan di taman kota ditemani Ricky. Lampu-lampu taman  yang memendarkan cahaya kuning kemilau, nampak kusam bagi Aning.
[more]
RICKY[con’t]:
Sudahlah beb, jalani dulu aja, ntar kalau tahu hasilnya orangtuamu bakal bahagia juga akhirnya. Percaya deh sama gue, Apalagi filmnya Pak Charles booming mulu kan. Ini kesempatan emas. Bego banget kalau dilewatin gitu aja. (merangkul Aning)
ANING:
Iya, gue tau kok, mas. Gue juga respect sama Pak  Charles
RICKY:
Makan dulu yuk, kok nampak lemes banget.. Sate disana kayaknya enak nih beb
(sambil menunjuk penjual sate bertenda terpal hitam di ujung jalan dekat lampu merah)
ANING:
Boleh
(masih tetap nampak tak bergairah)
Keduanya duduk bersebelahan di meja panjang dari kayu, sambil menikmati sate kambing yang asapnya mengebul sampai jalan raya, seorang pengamen menghampiri, menyanyikan lagu Iwan Fals.
PENGAMEN:
Misi ya abang-abang yang ganteng, neng-neng yang cantik numpang ngamen
…………………………
Ibu bapaknya enggan memberi restu, walau sang anak merayu
Tince Sukarti dasar kepala batu, kemas barang dan berlalu
Tince Sukarti berlari mengejar mimpi
Tince Sukarti berlari dikejar mimpi
Janjikan gelar penyanyi, orbitkan sukarti
Janji Sukarti di hati Persetan harga diri,
Kembang desa layu, tak lagi wangi seperti dulu
…………………………….
[more]
[con’t]Aning nampak tersengat dengan lirik-lirik yang dilantunkan pengamen tersebut, Aning terdiam cukup lama entah apa yang direnungkan padahal pengamen sudah berlalu, Handphonenya getar, Aning mengangkat nampak wajahnya keheranan, Mbak Yani, tetangganya itu nelpon.
MBAK YANI
Halo, Ning.
ANING:
Halo mbak Yani, ada apa?
MBAK YANI:
Empat apa lima hari ini kok kalau bapak ibumu nelpon nggak pernah diangkat. Bapakmu sekarang lagi opname di rumah sakit Sardjito, kemarin Ibumu geger pengen ke Jakarta ketemu kamu, katanya khawatir kamu  kenapa-napa kok telpon nggak pernah diangkat. Bapakmu yang akhirnya mbelani buat pergi ke Jakarta, namanya musibah pergi stasiun naik ojek dirempet motor bapakmu jatuh, kepala belakangnya kena, sampai sekarang belum sadar.
ANING:
Masya Allah, beneran mbak?? Ibu mana ibu?
MBAK YANI:
Ibumu nunggu bapakmu di rumah sakit, kasihan juga ibumu masih terus kepikiran kamu, aku nggak mau nyampuri urusan keluargamu, tapi kalau bapakmu pas sakit gini mbokya kamu pulang. Kalau emang sibuuuk, nelpon aja ibumu, waktu ilang 5menit juga nggak rugi tho?
ANING:
Nggih, mbak
(Telepon ditutup,mata Aning berkaca-kaca, tentu bukan karena asap sate yang terbawa angin ini)
RICKY:
Napa beb, bapak sakit?
ANING:
Besok mas, aku certain, sekarang antar aku pulang ke apartemen mas.
CUT TO:
9. INT/FOODCOURT/PAGI
Di dalam sebuah foodcourt masakan Jepang di salah satu mall megah ibukota, Pak Charles memenuhi janjinya untuk menemui Aning. Kebetulan hari Minggu, Aning bebas dari tanggungan kerja. Kini Pak Charles dengan dua orang rekannya berhadapan dengan Aning.
PAK CHARLES
Kamu belum punya manager, Ning?
ANING:
Untuk saat ini belum terlalu prioritas, pak. Saya bisa memanage sendiri.
PAK CHARLES:
Ya, pantas saja belum kesentuh manager, nama kamu untuk diorbitkan sebagai artis kurang easy listening, tidak marketable. Tapi ah, soal nama populer itu urusan gampang, yang penting fisik kamu mendukung untuk jadi artis. Oh, iya nggak usah basa-basi ya, ini klausul kerjasama kita, baca dulu, pahami baru tanda tangan
ANING:
(hanya memandang cukup lama tanpa menyentuh)
PAK CHARLES:
Kenapa, Ning?
ANING:
Maaf, Pak untuk saat ini orang tua saya lebih prioritas daripada popularitas!!!
Terima kasih atas apresiasi menunjuk saya sebagai calon pemeran utama film bapak, terima kasih juga atas sanjungan bapak atas nama pemberian orang tua saya yang tak marketable, saya mulai bisa belajar bahwa apapun dinilai  dari harga itu kuno, sangat kuno.
(Aning mengembalikan berkas-berkas klausul kerjasama itu pada Pak Charles, ia ambil tasnya dan beranjak pergi dari foodcourt itu, air matanya meleleh, mobilnya ia kebut menuju stasiun membeli tiket untuk perjalanan ke stasiun Lempuyangan

0 komentar:

Posting Komentar