ANING
By Line : Aditya Feri Wardani
44112120065
Apakah
jalan yang kulalui, Ibu
Menambah
lukamu
Atau menyudahi kebahagiaanmu??
Aning tak habis pikir, bahwa apa yang dianggapnya
sukses itu tak bisa membuat orang tuanya bangga. Gadis dusun yang semula
merantau hanya ingin kerja di Jakarta itu kini menjelma menjadi wanita karier
dan model laris di Ibukota. Bagi Aning
sebuah kebahagiaan itu diukur dari materi,
padahal ia juga tak terlalu yakin rumah mewah, fasilitas lengkap,
uang dapat membuat orangtuanya bahagia.
Barangkali kultur budaya kapitalis yang banyak ditemui di kota mulai mempengaruhi kepribadian Aning, semua
pekerjaan dilakukan hanya untuk melampiaskan, Padahal bapak Aning yang seorang
yang taat agama selalu mengajarkan berpuasa, menahan diri. Apadaya tekat Aning sudah
bulat, impian besar harus terwujud, kemajuan harus diraih, dan kemajuan itu baginya adalah di kota, hanya kota. Apapun
akan ditempuh Aning demi mengejar impiannya tersebut.
Usaha dan kerja kerasnya semakin mudah sejak ia
bertemu dengan Ricky, lelaki kota yang sudah lama terjun di dunia hiburan.
Rickylah yang memotivasi Aning hingga mencapai tahap seperti ini. Ricky pula
yang membuat Aning lupa pada sosok Syamsul, anak modin dusun yang pernah
dikaguminya sebelum merantau.
Belakangan
Syamsul menemui orang tua Aning, memohon restu, dan menanyakan
kesetujuan Aning untuk dilamar anak pak modin tersebut. Orang tua Aning
menyambut senang, tanda setuju, Bapak segera member tahu Aning perihal ini, sayang
jawaban Aning mengambang dan
meninggalkan rasa kecewa di hati Syamsul.
Aning beralasan ia masih ingin fokus dalam mengejar
kariernya, sibuk. Alasan serupa saat ia mendapat telepon dari sang Ibu. Aning
merasa bosan karena harus mengulang kata-kata yang sama, Aning dalam keadaan
baik, semoga demikian bapak dan ibu di dusun, Aning disini berdoa…, padahal ia
merasa jengah sesungguhnya kini tak sekalipun Aning benar-benar mendoakan
orangtuanya.
Konflik memanas kala Aning mendapat tawaran film
yang mengharuskan ia memamerkan aurat. Bapaknya marah besar mengetahui ini. Aning
bersikeras bahwa ini hanyalah tuntutan peran yang harus dijalani, ia juga
menjelaskan jika tokoh yang diperankan Aning dengan tampilan seksi tak
menggambarkan dirinya secarautuh. Semua itu hanya peran, hanya fiktif. Bapak tetap
enggan mau mengerti.
Dan kini, ketika mimpi Aning mulai menapak
kenyataan, Bapak dan Ibunya justru meminta Aning pulang dan menolak tawanan
sebagai tokoh utama film. Pilihan yang
berat tentu bagi Aning, perjuangan selangkah demi selangkah merantau ke Jakarta,
bekerja sebagai sekretaris perusahaan trading export, hingga melanjutkan sekolah di bangku kuliah sampai akhirnya menjadi
model iklan, dan selanjutnya datang tawaran untuk bermain film, dan kini justru
bapak menginginkannya kembali ke dusun dan itu berarti impian yang di depan
mata itu menguap begitu saja, sirna. Memaksa untuk bermain film dengan adegan
vulgar juga berarti mengingkari amanah bapak, sedang berpuluh argument juga
bakal mentah jika Bapak sudah bicara.
Apalagi kabar terakhir dari suara tetangga Aning di
telepon, bapak terbaring sakit.
Lalu apa yang Aning pilih?
ANING
By
Line: Aditya Feri Wardani
FADE IN
1.EXT/JALANAN DUSUN/SIANG
Suasana dusun yang masih asri, jalanan belum
beraspal, masih tanah berdebu. Jarak rumah satu ke rumah lain masih jarang.
Terdengar sayup anak-anak kecil berteriak mengejar mobil mewah yang melewati
jalan tersebut, seakan melihat sesuatu yang menarik untuk disentuh.
Mobil mewah
itu berhenti di salah satu rumah yang terbilang mewah di dusun tersebut.
Aning membuka pintu mobil, melempar senyum pada orangtuanya yang sudah berdiri
di beranda rumah.
CUT TO:
2.INT/RUANG TAMU/SORE
Ruang tamu yang cukup luas, beberapa perabot keramik
dalam lemari kaca menghiasi di salah satu sisinya. Aning dan keduaorangtuanya
duduk bersama di sofa. Sambil menonton televise yang menayangkan program
infotainment.
BAPAK:
Kalau
kecapean ndak usah dipaksa, nduk. Dari Jakarta pulang kampong naik mobil
sendirian. Mending mobilnya ditinggal disana, kamu pulang naik kereta kan lebih
cepet, lebih aman juga.
(Ibu
tampak mengangguk menggiyakan)
ANING:
Nggak
kok, pak. Kemarin sekalian nganterin temen ke Semarang. Justru tadinya mau naik
pesawat, pak. Gara-gara temen ngajak bawa mobil aja ya sudah nggak jadi
BAPAK:
Berarti
kemarin mampir Semarang dulu, nduk? Ya, kamu itu kan anak perempuan, Bapak
tetep khawatir. Biasanya pulang juga naik kereta, sekarang udah punya mobil, eh
langsung dicoba nyopir sendiri dari Jakarta.
ANING:
Hehehe,
maaf pak. (senyum manja pada bapak)
Kalau
capek kan bisa minta pijit sama Ibu, ya nggak bu?? (mendekati ibunya seraya minta pijit)
IBU:
Kamu
itu nduk, nduk.. ndak berubah
(Aning
tertawa)
Ndak
ada kamu dirumah sepi, nduk. Apalagi kalau bapak udah ke kebun. Rumah nyenyet,
yang bunyi Cuma suara tipi
ANING:
Aning
merantau kan juga demi bapak ibu, Rumah yang dulunya sering bocor,sekarang
sudah bagus. Malahan Aning pingin bapak nggak usah ngurus kebun lagi, biar
kebun diurus pakdhe atau cari tetangga yang mau jadi buruh tani. Bapak dirumah
saja nemenin ibu
BAPAK:
Nduk,
nduk. Bapak percaya kalau kamu sudah sukses di kota, bisa renovasi rumah,
kredit rumah, beli mobil bagus. Eh, lhakok sekarang malah minta bapak nganggur
di rumah. Bagi bapak pergi ke kebun itu hiburan bisa ketemu temen-temen, ya
biar Cuma nyangkul juga bisa dianggap olahraga daripada diem di rumah
ANING:
Ntar
kalau bapak kecapean, ibu juga yang repot
BAPAK:
Lah
justru itu romantismenya ibu,Bukankah Tuhan ngasih tangan buat bekerja yang
baik, wujud syukur tangan itu ya buat bapak nyangkul, buat ibu nyapu, nyuci,
juga mijitin bapak
ANING:
Ah,
Bapak hehehe (tertawa kecil)
Yang
bawah bahu kerasan dikit, bu (komando Aning pada Ibunya)
CUT TO:
3. EXT/JALANAN DUSUN/PAGI
Suasana dusun di pagi hari. Beberapa petani Nampak mengayuh
onthel berangkat kesawah. Para ibu dusun nampak mengerumuni tukang sayur.
Seperti biasa asyik celoteh kesana kemari. Satu dua ada yang menyinggung
kepulangan Aning membawa mobil mewahnya, yang lain menimpali bakal menyuruh
anaknya merantau ke kota biar bisa sukses seperti Aning.
CUT TO:
4. EXT/TERAS RUMAH/PAGI
Di teras rumah, Aning duduk menghadap laptop yang ia
letakkan di meja kecil dari bambu,
ditemani secangkir the hangat buatan ibu, Aning nampak
begitu serius
BAPAK:
Nduk,
bapak ke kebun dulu. Itu ibu di dapur masak pisang goring udah matang, cicipin
sana
ANING:
Iya,
pak ati-ati. Wah, asyik nih pagi-pagi dah dibikinin the dimasakin pisang goring
lagi
(melengos
masuk ke rumah sambil berlari kecil tak sabar)
CUT TO:
5.INT/RUANG TAMU/SORE
Sore hari, di ruang tamu. Aning terlihat mengemas
kopernya, mengecek semua agar dipastikan tak ada yang tertinggal. Ibu membantu
merapikan baju.
IBU:
Baru
dua hari di rumah, sudah hendak pergi lagi nduk
ANING:
Iya,
bu. Banyak tugas di kerjaan menunggu
IBU:
Padahal
kangen ibu juga belum terobati, mbokya cutinya diperpanjang barang sehari dua
hari lagi tha nduk (nada suara makin lirih)
ANING:
Nggak
bisa, bu. Ini juga cuti dua hari harus diomelin dulu sama atasan. Kalau bukan
urusan KTP sama ngurus STNK mobil juga mungkin Aning nggak bisa cuti, bu
(Aning
dan Ibu masih asyik bercengkerama, saat bapak membuka pintu kembali dari kebun,
buru-buru menaruh cangkul di belakang rumah dekat dapur)
BAPAK:
Wehladalah,
Cah ayu sudah mau balik ke kota lagi ini?
ANING:
Iya,
pak. Tugas kerjaan masih numpuk.
BAPAK:
Tadi
bapak ketemu Syamsul di jalan, bapak cerita kalau kamu lagi di rumah, Syamsul
pingin mampir besok, bapak suruh sekarang saja, tapi katanya ada urusan dibalai
desa
ANING:
Mas
Syamsul, hehe. Lain waktu aja, pak. Ini Aning benar-benar dikejar waktu biar
besok pagi sudah nyampe Jakarta
IBU:
Yowis,
ati-ati, nduk. Ndak usah buru-buru yang penting selamat, kalau ngantuk jangan
dipaksa mampir tidur saja di penginapan.
(Aning
dibantu bapak mulai memasukkan koper ke dalam bagasi mobilnya)
BAPAK:
Ibadahnya
jangan sampai ketinggalan, jangan lupa kasih kabar
(Nampak
raut wajah kecewa tertahan)
IBU:
Iya,
nduk. Kalau udah sampe rumah kasih kabar
ANING:
Hehe,
siap pak bu
(Nampak
beberapa tetangga yang melihat menghampiri menyapa)
TETANGGA:
Udah
mau balik ke Jakarta lagi, Ning. Kok cepet?
ANING:
Eh,
mbak Yani. Iya ini mbak Cuma dapat cuti dua hari
[more]
TETANGGA[cont’d]:
Nggak
kasihan bapak ibumu kamu tinggal terus (tanyanya menggoda)
CUT TO:
6. INT/CAFÉ/SORE
Sudah sekitar setengah jam Aning duduk di kursi yang
tepat menghadap air mancur mini yang menyembul dari patung berwujud cupid.
Hujan dari tadi siang yang mengguyur Jakarta Nampak mulai mereda, menyisakan
gerimis kecil yang alunan suaranya mirip denting lirih piano saat gerimis
menyentuh atap pintu café.
Ricky, Seorang lelaki bergaya metroseksual masuk ke
dalam, pandangannya menyapu ruangan seperti mencari seseorang, dan bergegas ketika
matanya menatap sosok wanita yang tengah menyeruput secangkir cappuccino.
RICKY:
Sudah
lama, beb? Maaf yah biasa tadi kena macet di Grogol, apalagi hujan , masih
untung nggak banjir.
ANING:
Lumayan,
bisa pegang cangkir ini, mas. Dari yang tadinya hangat sudah dingin kayak gini.
Bisa dibayanginlah berapa lama gue disini
RICKY:
Yaudah,
entar pesen lagi. Satu gallon jug ague beliin demi lu beb
ANING:
Hahaha,
entar kamu yang ngabisin tapi.
Mas,
hari ini gue seneng banget, tadi pagi ditelpon Pak Charles dari PH Bintang
kejora, kata dia gue mau dijadiin pemeran utama di film terbarunya
RICKY:
Serius,
beb? Cie cie, kemajuan pesat nih. Udah masuk radar Pak Charles aja, hebat dong
(tangannya
memegang lembut kepala Aning meyakinkan jika kabar itu tak bohong)
[more]
ANING[con’t]:
Iya,
berkat kemarin pas jadi model di shownya Mas Tommy, Pak Charles ada disana juga
liat gue, katanya langsung klik buat meranin tokoh utama film terbarunya
RICKY;
Ooow,
yang di Kalibata seminggu lalu?
(sambil
memanggil waiter memesan coffe latte)
ANING:
Iya,
mas. Tapi ada yang ngganjal sih bang
RICKY:
Ada
kendala apa, beb? Impian lu udah di depan mata, pemain film beb, tokoh utama lagi
gilaaak!!
ANING:
Kata
Pak Charles di film itu gue berperan sebagai pelacur, yang otomatis banyak
adegan vulgar yang gue jalanin. Nah, gue takut kalau bapak nggak setuju aku
main film kayak ginian.
(mukanya
mendadak kecut)
RICKY:
Bisa
diatur itu beb, ngomong saja sama bokap, eh bapak lu kalau itu cuman tuntutan
peran nggak lebih. Bayarannya gede, ntar kamu janjiin beliin tanah di kampong pasti
bapak lu suka.
(Adzan
Maghrib sayup-sayup terdengar dari dalam café, pengunjung makin ramai, Aning
dan Ricky masih asyik menumpahkan semua isi hati masing-masing)
CUT TO:
7.INT/APARTEMEN/JAM 10MALAM
Aning nampak bersantai, menikmati langit malam Jakarta
dari balkon apartemennya. Pikirannya mungkin melayang membayangkan dirinya
menjadi artis terkenal di Indonesia, tiap hari wajahnya menghiasi televisi,
dalam film maupun sekadar bintang iklan sabun mandi. Tiba-tiba handphonenya
berbunyi, ada telepon, segera Aning menuju meja setengah bundar diama ia
meletakkan handphonenya. Mungkin dari Pak Charles menindaklanjuti kerjasamanya,
piker Aning. Segera ia angkat, ah ternyata dari bapak.
[more]
ANING[con’t]:
Assalamu’alaikum,
pak. Maaf pak tadi pagi lupa ngasih kabar, hehe.
BAPAK:
Wa’alaikumsalam,
Ibumu yang khawatir dari tadi, nyampe jam berapa tadi pagi, nduk?
ANING:
Shubuh,
pak. Nyampe apartemen istirahat dulu, baru siangnya masuk kerja. Telat sih,
tapi untung atasan maklum hehe.
BAPAK:
Alhamdulillah,
kalau selamet. Oh, iya tadi siang Syamsul jadi kesini bareng bapaknya malah.
Niat mereka mau melamar kamu, nduk. Dulu kamu kan sering cerita sama ibu kalau
seneng sama Syamsul. Kalau Bapak ibu sih setuju saja, tinggal kamunya, nduk. Siap
belum buat nikah?
ANING:
(terperanjat
kaget, namun coba ia tahan)
Mas
Syamsul ngelamar Aning, pak? Waduh Aning masih pengen fokus sama kerjaan pak,
ngurus kerjaan saja masih ribet, belum kepikiran sampai situ, pak
BAPAK:
Kamu
itu jadi perempuan ndak usah terlalu ngoyo, kasihan juga suamimu besok malah
ndak keurus. Yaudah kalau gitu maumu, ini Ibu mau ngomong. Bapak mau pergi
ronda dulu
IBU:
Halo,
nduk vitaminnya jangan lupa diminum,
ANING:
Iya,
bu, sudah tadi, jangan keseringan juga kali bu, nggak baik juga dopping tiap
hari haha
(mencoba
mencairkan suasana)
IBU:
Hehehe,
iya iya. Nduk, kamu tadi nolak dilamar Syamsul kenapa? Dulu katanya suka sama
mas Syamsul, baik suka menolong. Lah kok sekarang dilamar jadi nolak
[more]
ANING[con’t]:
Sibuk,
Buuu. Pingin ngejar karier dulu. Eh, Bu
tadi siang Aning ditelpon sama seorang produser, Aning diajak main film jadi
tokoh utamanya,Bu
IBU:
Wah,
Alhamdulillah, kesampean juga yang kamu pingini, Nduk
ANING:
Hehe,,
amin Bu. Tapi peran Aning di film itu jadi pelacur bu. Untuk pertama kali sih
nggak papa ya bu, itu kan tuntutan peran anggap saja promosi buat film-film
selanjutnya
IBU:
Loh
kok? (nampak kaget)
Ndak
ah, ndak ndak ibu ndak setuju. Ditolak aja nduk, bapak pasti juga bakalan ndak
setuju, mendingan kamu sabar sakwetara, nduk. Lain waktu insya Allah dating lagi
tawaran main film
ANING:
Buuu,
tapi ini impian Aning dari kecil, bisa jadi bintang film, sudah lama loh bu
Aning nunggu kesempatan kayak gini
IBU
Pokoknya
jangan sampai mau, nduk
-TUT
TUT TUT-
(Aning
memutus telepon, dilemparnya handphone lalu ia rubuhkan raganya di kasur busa,
impiannya seakan ikut rubuh)
CUT TO:
8.EXT/TAMAN KOTA/MALAM
Sudah sekitar lima hari ini Aning tak mengabari
apapun ke orang tuanya, justru ketika ada telepon dari orang tuanya Aning
enggan mengangkat, Rasa kecewanya terlalu dalam, Apalagi Pak Charles dua hari
yang lalu juga menelpon memberitahu jika minggu-minggu ini akan menemui Aning
untuk membahas klausul kontrak kerjanya. Aning kini gelisah, benar-benar
gelisah. Malam ini ia tampak tak bergairah berjalan di taman kota ditemani
Ricky. Lampu-lampu taman yang memendarkan
cahaya kuning kemilau, nampak kusam bagi Aning.
[more]
RICKY[con’t]:
Sudahlah
beb, jalani dulu aja, ntar kalau tahu hasilnya orangtuamu bakal bahagia juga
akhirnya. Percaya deh sama gue, Apalagi filmnya Pak Charles booming mulu kan.
Ini kesempatan emas. Bego banget kalau dilewatin gitu aja. (merangkul Aning)
ANING:
Iya,
gue tau kok, mas. Gue juga respect sama Pak
Charles
RICKY:
Makan
dulu yuk, kok nampak lemes banget.. Sate disana kayaknya enak nih beb
(sambil
menunjuk penjual sate bertenda terpal hitam di ujung jalan dekat lampu merah)
ANING:
Boleh
(masih
tetap nampak tak bergairah)
Keduanya duduk bersebelahan di meja panjang dari
kayu, sambil menikmati sate kambing yang asapnya mengebul sampai jalan raya,
seorang pengamen menghampiri, menyanyikan lagu Iwan Fals.
PENGAMEN:
Misi
ya abang-abang yang ganteng, neng-neng yang cantik numpang ngamen
…………………………
Ibu
bapaknya enggan memberi restu, walau sang anak merayu
Tince
Sukarti dasar kepala batu, kemas barang dan berlalu
Tince
Sukarti berlari mengejar mimpi
Tince
Sukarti berlari dikejar mimpi
Janjikan
gelar penyanyi, orbitkan sukarti
Janji
Sukarti di hati Persetan harga diri,
Kembang
desa layu, tak lagi wangi seperti dulu
…………………………….
[more]
[con’t]Aning nampak tersengat dengan lirik-lirik
yang dilantunkan pengamen tersebut, Aning terdiam cukup lama entah apa yang
direnungkan padahal pengamen sudah berlalu, Handphonenya getar, Aning
mengangkat nampak wajahnya keheranan, Mbak Yani, tetangganya itu nelpon.
MBAK
YANI
Halo,
Ning.
ANING:
Halo
mbak Yani, ada apa?
MBAK
YANI:
Empat
apa lima hari ini kok kalau bapak ibumu nelpon nggak pernah diangkat. Bapakmu
sekarang lagi opname di rumah sakit Sardjito, kemarin Ibumu geger pengen ke
Jakarta ketemu kamu, katanya khawatir kamu kenapa-napa kok telpon nggak pernah diangkat. Bapakmu
yang akhirnya mbelani buat pergi ke Jakarta, namanya musibah pergi stasiun naik
ojek dirempet motor bapakmu jatuh, kepala belakangnya kena, sampai sekarang
belum sadar.
ANING:
Masya
Allah, beneran mbak?? Ibu mana ibu?
MBAK
YANI:
Ibumu
nunggu bapakmu di rumah sakit, kasihan juga ibumu masih terus kepikiran kamu,
aku nggak mau nyampuri urusan keluargamu, tapi kalau bapakmu pas sakit gini mbokya
kamu pulang. Kalau emang sibuuuk, nelpon aja ibumu, waktu ilang 5menit juga
nggak rugi tho?
ANING:
Nggih,
mbak
(Telepon
ditutup,mata Aning berkaca-kaca, tentu bukan karena asap sate yang terbawa
angin ini)
RICKY:
Napa
beb, bapak sakit?
ANING:
Besok
mas, aku certain, sekarang antar aku pulang ke apartemen mas.
CUT TO:
9. INT/FOODCOURT/PAGI
Di dalam sebuah foodcourt masakan Jepang di salah
satu mall megah ibukota, Pak Charles memenuhi janjinya untuk menemui Aning.
Kebetulan hari Minggu, Aning bebas dari tanggungan kerja. Kini Pak Charles
dengan dua orang rekannya berhadapan dengan Aning.
PAK
CHARLES
Kamu
belum punya manager, Ning?
ANING:
Untuk
saat ini belum terlalu prioritas, pak. Saya bisa memanage sendiri.
PAK
CHARLES:
Ya,
pantas saja belum kesentuh manager, nama kamu untuk diorbitkan sebagai artis
kurang easy listening, tidak marketable. Tapi ah, soal nama populer itu urusan
gampang, yang penting fisik kamu mendukung untuk jadi artis. Oh, iya nggak usah
basa-basi ya, ini klausul kerjasama kita, baca dulu, pahami baru tanda tangan
ANING:
(hanya
memandang cukup lama tanpa menyentuh)
PAK
CHARLES:
Kenapa,
Ning?
ANING:
Maaf,
Pak untuk saat ini orang tua saya lebih prioritas daripada popularitas!!!
Terima
kasih atas apresiasi menunjuk saya sebagai calon pemeran utama film bapak,
terima kasih juga atas sanjungan bapak atas nama pemberian orang tua saya yang
tak marketable, saya mulai bisa belajar bahwa apapun dinilai dari harga itu kuno, sangat kuno.
(Aning mengembalikan
berkas-berkas klausul kerjasama itu pada Pak Charles, ia ambil tasnya dan
beranjak pergi dari foodcourt itu, air matanya meleleh, mobilnya ia kebut
menuju stasiun membeli tiket untuk perjalanan ke stasiun Lempuyangan
0 komentar:
Posting Komentar